Minggu, 06 November 2011

Masa Penerimaan Anggota Baru PMKRI Cabang Madiun "St. Ambrosius" Angkatan 2011

         Sejumlah 23 mahasiswa katolik di kota Madiun mengikuti Masa Penerimaan Anggota Baru (MPAB) PMKRI Madiun Angkatan 2011. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Sabtu-Minggu, 22-23 Oktober 2011 di Ruang Pertemuan belakang Pastoran Paroki St. Cornelius MAdiun.
Kegiatan dibuka dengan Sidang Kehormatan dalam Rangka Pembukaan MPAB PMKRI Madiun. Kegiatan dapat berjalan dengan lancar dan seru dan berakhir tepat pada hari Minggu sore. Kegiatan diakhiri dengan misa bersama di paroki St. Cornelius Madiun.

Selamat datang teman-teman anggota muda PMKRI Cabang Madiun Sanctus Ambrosius Angkatan 2011!!

PRO ECCLESIA ET PATRIA...!!!

Minggu, 20 Februari 2011


DOA BERSAMA YUKSS..

Belasan anggota PMKRI Madiun berkumpul di Margasiswa untuk doa syukur bersama. Kegiatan ini dilangsungkan pada hari Minggu, 20 Februari 2011 mulai pukul 19.00. Doa dipimpin langsung oleh Presidium Pengembangan Organisasi, Natalis Sukma Permana. Ujub doa bersama pada kesempatan ini adalah yang pertama mengucap syukur karena dapat menempati rumah marga kontrak selama satu tahu ke depan, sehingga dapat tetap menjadi tempat mengefektifkan pendampingan dan membangun kekompakan anggota, serta membangun jejaring dengan pihak lain.
Ujub lainnya ialah mohon berkat bagi kelancaran kegiatan/program2 PMKRI Madiun. Yang ketiga, mohon rahmat kerukunan, kekompakan dan keaktifan semua anggota PMKRI Madiun. Yang keempat, mohon berkat bagi saudarai seperhimpunan, Marselina Nango, dan Dewan Pertimbangan kami, Willem Ola Rongan, yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan, mohon kelancaran bagi persiapan dan pelaksanaan acara pernikahan, serta mohon terang dan pendampingan bagi kehidupan rumah tangga yang akan mereka bangun. Yang terakhir, mohon tuntunan campur tangan Allah atas kelangsungan pergerakan dan pengkaderan kaum muda, khususnya PMKRI secara nasional.

Selasa, 25 Januari 2011

PENDERITAAN ITU (TIDAK) MELULU KARENA DOSA

Oleh: F. SEILHA ROMANA*
*Ketua Presidium PMKRI Cabang Madiun Periode 2010-2011

Ada beberapa orang berpendapat bahwa di zaman yang serba ‘menjerat leher’, zaman susah ini, bicara tentang penderitaan adalah sesuatu yang tidak menarik. Hidup ini sudah tidak nyaman dan berat, jangan lagi bicara penderitaan, tetapi marilah bicara hal-hal yang menyukakan hati. Tentang sukses dan cerita indah menghibur! Pendapat ini juga menyeruak dalam hidup berjemaat. Bukankah banyak umat yang lebih tertarik pada tema sukses, berhasil, makmur, sukacita daripada mendengar khotbah bertema dosa, tanggungjawab, ‘domba di tengah serigala’, atau ‘memikul salib’. Tema penderitaan siapa yang mau mendengar?
Masalah penderitaan akan selalu menjadi pertanyaan dan kebingungan bagi orang percaya di sepanjang sejarah. Jadi penderitaan adalah hal-hal buruk yang menimpa kehidupan seseorang, termasuk bencana alam, sakit penyakit, kematian, dan kejahatan.
Masalah penderitaan dapat dirumuskan dengan satu kalimat berikut: “Jika Allah itu ada, mahatahu, mahakuasa, dan mahabaik, mengapa di dunia ini ada penderitaan?”
Jika Allah itu ada, mahatahu, mahakuasa dan mahabaik maka seharusnya di dunia ini tidak ada penderitaan, karena
Ø  Jika Allah mahatahu, maka Ia sangat tahu bahwa penderitaan itu menyengsarakan/menghancurkan kehidupan manusia.
Ø  Jika Allah mahakuasa, maka Ia sangat sanggup/mampu untuk menyingkirkan penderitaan.
Ø  Jika Allah mahabaik, maka Ia sangat ingin/mau untuk menyingkirkan semua penderitaan di dunia ini, sehingga manusia dapat hidup nyaman dan bebas dari penderitaan.
Kesimpulannya, di dunia ini tidak akan ada penderitaan.
Namun faktanya, di dunia ini ada penderitaan.
 
BAGAIMANA PENDERITAAN BISA DATANG?
Penderitaan bukanlah rencana semula Allah bagi ciptaan-Nya melainkan disebabkan oleh kehendak bebas manusia yang memilih untuk melanggar ketetapan Allah. Secara universal memang penderitaan adalah hukuman atas dosa manusia, tetapi secara pribadi lepas pribadi, penderitaan orang percaya tidaklah selalu disebabkan oleh dosanya sendiri (mis. Penderitaan Ayub).
Dalam konteks pergumulan Ayub, apakah arti kehidupan yang dapat kita pelajari? Dalam kurun waktu tertentu, setelah hartanya habis dan tubuhnya “dijamah” oleh iblis, Ayub menjalani suatu kehidupan penuh penderitaan. Sebagai manusia tentu ia tidak tahu masa depan, jadi Ayub juga tidak tahu kapan pergumulannya ini akan berakhir. Bisa saja hari esok adalah hari terakhirnya tapi bisa juga penderitaan itu akan ia tanggung bertahun-tahun. Ia menjalani hidup dalam kebutaan masa depan.
Apa yang menjadi harapan orang yang menderita seperti Ayub ini? Hidup panjang? Kematian? atau kesembuhan? Hidup panjang berarti penderitaan yang panjang. Kematian adalah “kesembuhan” yang abadi. Tetapi jika saja ia mendapatkan kesembuhan dari sakitnya, Ayub sudah tidak punya apa-apa lagi selain tubuh yang sehat. Harta dan keluarganya telah tiada. Penderitaan Ayub bukan saja oleh karena kehilangan apa yang ia miliki atau malapetaka yang telah terjadi di masa lampau. Pergumulan Ayub mencakup pengharapan tentang hari depan. Tanpa pengharapan akan hari depan manusia tidak lagi memiliki gairah untuk mempertahankan hidup.
Iblis tidak diperbolehkan oleh Tuhan menjamah nyawa Ayub. Jadi serangan iblis kepada Ayub dibatasi hanya sampai pada tubuhnya. Iblis tahu kalau ia tidak boleh membunuh Ayub ia masih bisa “membunuh” pengharapan hidup Ayub dengan membuatnya seputus-asa mungkin terhadap hidup dan Tuhan. Iblis membuat Ayub menjalani hari demi hari dalam kesakitan. Beratnya pergumulan Ayub digambarkan oleh keterkejutan teman-temannya ketika melihat kondisinya.
“Ketika mereka memandang dari jauh, mereka tidak mengenalnya lagi. Lalu menangislah mereka dengan suara nyaring. Mereka mengoyak jubahnya, dan menaburkan debu di kepala terhadap langit.  Lalu mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh hari tujuh malam. Seorangpun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya.” (Ayub 2:12-13)
Dua ayat ini mendeskripsikan bahwa pergumulan itu bukan pergumulan biasa. Teman-temannya yang datang untuk menghibur terkejut bukan kepalang. Narator mengatakan mereka menangis dengan suara nyaring. Hati mereka tidak tega melihat penderitaan Ayub yang bukan main beratnya. Penjelasan yang lebih dramatis mengenai respon teman-teman Ayub ini adalah mulut mereka terkunci selama 7 malam. Kelu. Mereka tak mampu berkata apa-apa melihat penderitaan Ayub karena penderitaan itu terlalu berat. Bahkan Ayub bersuara dalam keluh kesah. Dalam keluh kesah di tengah tekanan penderitaan itu Ayub mengutuki hari kelahirannya. Ia menjerit dalam puisi-puisi tersebut. Mengapa ia tidak mati saja pada waktu lahir, mengapa ada buah dada yang menyusuinya, dsb. Dari sini kita dapat melihat betapa beratnya dan sesaknya penderitaan yang ditanggung Ayub.
Sebagai manusia kita akan bertanya-tanya, mengapa Tuhan mengizinkan hal ini kepada Ayub. Bukankah dia orang saleh? Bukankah ia setia mengikut Tuhan? Mengapa Tuhan bersikap tidak adil dengan memperlakukan Ayub hingga sampai menderita seperti itu?
Berkat terbesar yang Tuhan berikan bagi orang yang saleh dan setia kepadaNya adalah penyertaan dan pengenalan akan Tuhan. Penyertaan dan pengenalan akan Tuhan selalu memberikan kebahagiaan kepada orang-orang Kristen sejati. Kitab ini membuktikannya.
Kisah Ayub menjadi gambaran yang sangat nyata kalau manusia adalah ciptaan yang luar biasa. Terus terang percakapan Ayub dan semua temannya itu bagi saya sungguh luar biasa. Ternyata pada zaman-zaman awal sudah ada orang-orang yang demikian berhikmat, yang bahkan di era milenium ini belum ada tandingannya. Daniel Webster mengatakan kalau Kitab Ayub, adalah salah satu kitab literatur paling luar biasa yang pernah ada. Hal ini bisa dinilai dari kejeniusan para subyek-subyek yang tertulis didalamnya dalam mengungkapkan pendapat.
 
ALLAH TETAP MAHATAHU DAN MAHABAIK
Adanya penderitaan di dalam kehidupan orang percaya bukanlah alasan untuk menyalahkan atau meragukan kemahatahuan dan kemahabaikan Allah. Di dalam kemahatahuan-Nya, Allah sangat tahu apa yang terbaik bagi orang percaya. Di dalam kemahatahuan/kemahabijakan-Nya itu, Allah tahu bahwa dalam jangka panjang penderitaan akan membawa kebaikan yang lebih besar bagi anak-anak-Nya atau mengakibatkan efektifitas yang lebih besar bagi tergenapinya rencana-Nya yang baik dibandingkan dengan tanpa penderitaan.
Pengertian “baik” menurut Allah tidak sama dengan pengertian kita sebagai manusia (bdk. Yes. 55:8-9). “Baik” menurut kita adalah kenyamanan dan kesenangan kita. Sedangkan “baik” menurut Allah adalah pembentukan kita menjadi pribadi-pribadi yang memiliki karakter dan keserupaan dengan Kristus. Rencana/tujuan Allah bagi hidup kita di dunia saat ini bukanlah membuat kita nyaman dan bebas dari penderitaan melainkan mendidik dan melatih kita untuk menjadi pribadi yang dewasa/matang di hadapan-Nya.
Jadi, Allah tetap mahatahu dan mahabaik karena Ia tahu apa yang terbaik bagi orang percaya. Allah tahu bahwa penderitaan justru akan membawa kebaikan yang jauh lebih besar bagi orang-orang percaya, yaitu melatih mereka untuk menjadi pribadi yang dewasa dan serupa dengan Kristus dan mengikutsertakan mereka di dalam menggenapi rencana dan tujuan-Nya.

BAGAIMANA KITA MENANGGAPI PENDERITAAN?
Ketika mengalami penderitaan, hal pertama dan terutama yang perlu kita lakukan adalah menyadari bahwa Allah sendiri pernah mengalami penderitaan. Oleh sebab itu, Ia mengerti segala pergumulan kita. Di dalam pribadi Yesus Kristus, Allah sendiri masuk ke dalam penderitaan dan menanggung semua penderitaan di dunia. Setiap kepedihan dan penderitaan yang terjadi di dalam sejarah umat manusia, semuanya digulung menjadi satu bola, ditelan oleh Allah, dicerna dan dirasakan sepenuhnya, untuk selamanya. Ketika kita mengalami penderitaan, ingatlah bahwa Allah mengerti setiap pergumulan kita karena Ia sendiri pernah mengalami penderitaan yang hebat ketika Ia hidup sebagai manusia dan menanggung penderitaan salib demi menebus dosa kita (Ibr. 4:15). Ia ikut menangis bersama dengan kita. Seorang pengkhotbah dan teolog, John R. W. Stott, pernah berkata:
“Saya sendiri tidak akan pernah percaya kepada Allah kalau bukan karena salib itu. Dalam dunia nyata yang penuh dengan kepedihan, bagaimana orang dapat menyembah allah yang kebal terhadap semua penderitaan? Saya pernah mengunjungi banyak kuil di Asia dan berdiri di hadapan patung, kaki dan lengannya terlipat, matanya tertutup, sebuah senyum simpul tampak di mulutnya, sebuah tatapan yang jauh, terlepas dari semua penderitaan di dunia ini. Namun, setiap kali saya melihatnya, saya terpaksa mengarahkan pandangan saya ke arah lain. Dalam imajinasi, saya menoleh ke sosok yang sendirian, tergantung, tersiksa di atas kayu salib, paku-paku menusuk lengan dan kaki-Nya, punggungnya terkoyak oleh luka, pahanya terkilir, dahinya berlumuran darah karena duri-duri yang ditusukkan ke kepalanya, mulutnya kering dan sangat kehausan, dibuang ke dalam kegelapan dan ditinggalkan oleh Allah. Bagi saya, itulah Allah! Dia meninggalkan kekebalan-Nya terhadap kepedihan. Dia memasuki dunia darah dan daging, air mata dan kematian. Dia menderita bagi kita. Penderitaan kita jadi lebih mudah diatasi kalau dibandingkan dengan penderitaan-Nya.”
Jangan mati-matian dan terus-menerus bertanya kepada Allah, “Mengapa penderitaan ini menimpa saya? Bukankah saya sudah hidup saleh dan melayani dengan setia?” karena sebagai manusia yang terbatas kita tidak bisa mengerti sepenuhnya misteri kedaulatan dan pengaturan Allah atas kehidupan kita. Tindakan Allah tidak terikat pada hukum tabur-tuai, yang menganggap bahwa jika hidup saleh dan taat maka akan diberkati, sebaliknya jika hidup berbuat dosa maka akan menderita (bdk. Ayub 4:7-9). Ayub hidup saleh namun Allah malah mengizinkan ia mengalami penderitaan yang hebat. Daripada menuntut penjelasan dari Allah, lebih baik kita menerima penderitaan itu (Ayub 2:10) dan menghadapinya dengan bersukacita/berbahagia (1Ptr. 1:6; 4:13-14; Yak. 1:2) dan memohon kekuatan dari Allah supaya bisa menghadapinya dengan tabah dan sabar. Menerima penderitaan dengan rela dan bersukacita bukan berarti kita pura-pura kuat (munafik) melainkan bersikap apa adanya. Jika ingin menangis, menangislah. Jika memang ada perasaan tidak bisa menerima, bingung, marah dan kecewa kepada Allah, ungkapkanlah itu kepada Allah di dalam doa, tetapi jangan sampai kita menolak Dia dan meninggalkan iman kita.
Menjadikan Allah sebagai sasaran/tujuan dan bukan sarana. Menjadikan Allah sebagai sarana/alat berarti kita meminta Allah memperbaiki situasi hidup kita yang buruk untuk menjadi baik sesuai dengan kehendak dan rencana kita sendiri. Hal ini sama saja dengan memperalat Allah demi mencapai tujuan kita sendiri. Menjadikan Allah sebagai sarana berarti kita lebih menginginkan kesehatan, keamanan, kekayaan, kesejahteraan dan keinginan-keinginan kita yang lainnya daripada menginginkan pribadi Allah sendiri. Menjadikan Allah sebagai sarana berarti kita menganggap tujuan Allah adalah memuliakan dan memuaskan manusia. Sebaliknya, menjadikan Allah sebagai sasaran berarti kita menjadikan Allah sebagai tujuan utama dan pusat hidup kita. Ketika Allah menjadi tujuan hidup kita maka kebahagiaan hidup dan kedamaian hati kita tidak lagi tergantung kepada kelancaran hidup, tubuh yang sehat, kemapanan ekonomi, keberhasilan usaha/pekerjaan, kestabilan hidup melainkan terletak pada pribadi Allah sendiri yang kekal, tidak berubah dan dapat diandalkan. Ketika Allah menjadi pusat hidup maka kebahagiaan hidup tidak lagi bergantung pada situasi-kondisi tetapi pada hubungan kita dengan Tuhan. Sekalipun situasi-kondisi hidup kita buruk, susah dan menderita namun kita tetap memiliki iman dan damai sejahtera yang sejati di dalam hati kita (Hab. 3:17-19; Yoh. 16:33), karena Allah sendirilah yang menjadi sumber kebahagiaan dan damai sejahtera itu.
Mengevaluasi diri dan kehidupan kita. Pertama, evaluasilah apakah penderitaan ini disebabkan oleh dosa dan kebodohan kita sendiri yang melanggar firman Tuhan? Jika ya maka kita harus segera mengakuinya di hadapan Allah dan bertobat. Kedua, jika bukan karena dosa maka bertanyalah kepada Allah (di dalam doa dan perenungan firman): “Apa yang Engkau ingin kerjakan, apa yang Engkau ingin saya lakukan atau pelajari melalui penderitaan ini?”

PENUTUP DAN KESIMPULAN
Kitab Ayub melukiskan dengan jelas kebenaran Perjanjian Baru bahwa ketika orang percaya mengalami penganiayaan atau ujian penderitaan yang berat, mereka harus tetap teguh di dalam iman dan terus mempercayakan diri mereka kepada Dia yang menghakimi dengan adil, sama seperti yang dilakukan Yesus ketika Ia menderita.
Selain itu, Kitab Ayub menggumuli pertanyaan abadi: "Jikalau Allah itu adil dan penuh kasih, mengapa diizinkan-Nya orang yang sungguh-sungguh benar seperti Ayub (Ayub 1:1,18) menderita demikian hebat?"
Ketika menggumuli soal ini, kiranya dapat dikemukakan hal-hal berikut:
1.    Selaku musuh Allah, Iblis menerima izin untuk menguji kesejatian iman seorang benar dengan menyiksa dia; tetapi kasih karunia Allah menang atas penderitaan karena oleh iman Ayub tetap kokoh dan tidak goyah, bahkan ketika kelihatannya tidak ada keuntungan jasmaniah atau duniawi untuk terus mengabdi kepada Allah.
2.    Allah digerakkan oleh pertimbangan-pertimbangan yang terlalu luas sehingga tak dapat dipahami oleh pikiran manusia (Ayub 37:5); karena kita tidak melihat dengan kelapangan hati dan visi Yang Mahakuasa, maka kita memerlukan Allah menyatakan diri-Nya kepada kita.
3.    Allah kadang-kadang mengizinkan Iblis menguji orang benar dengan kesengsaraan agar memurnikan iman dan kehidupan mereka, sebagaimana emas dimurnikan oleh api (Ayub 23:10); ujian semacam itu mengakibatkan peningkatan integritas rohani dan kerendahan hati umat-Nya (Ayub 42:1-10).
4.    Sekalipun cara-cara Allah menghadapi kita kadang-kadang tampak suram dan kejam (sebagaimana dikira oleh Ayub sendiri), akhirnya Allah tampak dalam belas kasihan dan kemurahan yang penuh. (Ayub 42:7-17;. Yak 5:11).

Terkadang dalam hidup ini ada masalah yang kelihatan sangat berat, bahkan berlarut-larut yang menguras emosi, tenaga dan pikiran. Tapi nun jauh di masa lalu ada seorang dari Us yang sudah lulus, namanya Ayub. Ayub bukan orang miskin pada awalnya, tetapi ia jatuh begitu parah luar biasa. Kisah Ayub adalah suatu kisah ironi yang sangat menarik dan sarat makna from Hero to Zero dan From Zero to Super Hero (Better than Before) mungkin kita pernah menyaksikan dan sering membaca kisah-kisah cerita negeri dongeng. Ada dilema dan drama tetapi akhirnya bisa berakhir dengan happy ending. Bagi saya pribadi, kisah Ayub adalah kisah yang paling dramatis, dilematis, dan happy ending.
Kisah Ayub sungguh menginspirasi mengenai bagaimana hitam-putih kehidupan ini berlangsung dan betapa Tuhan itu setia dan berperkara atas derita umatNya. Naik ke gunung tertinggi dan jatuh ke lembah terkelam... bukan, bahkan palung terkelam, itulah Ayub. Dan Ayub membuktikan dia adalah juara sejati.
Allah menjawab masalah penderitaan bukan dengan menyingkirkan atau menghapuskannya dari kehidupan manusia melainkan dengan memakainya untuk menggenapkan tujuan dan rencana-Nya yang kekal. Dengan dasar pemahaman seperti ini, maka sikap kita terhadap penderitaan yang terjadi di dunia ini—yang kita alami sendiri maupun yang dialami orang lain—adalah menerima dan memaknainya berdasarkan tujuan yang hendak Allah lakukan melalui penderitaan itu.
Di sini kita belajar bahwa manusia tidak mampu menganalisa maksud Tuhan dalam suatu kejadian tertentu. Karena rencana Tuhan mengatasi kemampuan dari manusia. Di sinilah diperlukan sikap percaya (trust) penuh kepada rancangan dan rencana Tuhan. tidak selalu identik dengan buah dari dosa. Penderitaan


DAFTAR PUSTAKA

Hadiwikarta, Johanes. Seri Dokumen Gerejawi No. 29: Salvifici Doloris(Penderitaan yang menyelamatkan). Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI
Lembaga Alkitab Indonesia. 1997. Alkitab. Jakarta: Peretakan Lembaga Alkitab Indonesia
Lembaga Biblika Indonesia. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius
http://methodist.or.id/
http://pondokrenungan.com/
http://www.in-christ.net

Senin, 03 Januari 2011

AKU, MATAHARI, DAN BUKU BARU (Catatan kecil untuk hari pertama di 2011)

Hari ini..
1 Januari 2011..
Tak terasa..
Hampir 21 tahun lama kehadiranku di dunia ini..

Hei, tapi lihat!
Di mana senyum matahari pagi ini?
Oh tidak..sampai siang ini pun matahari enggan membagikan cahanya..

Mengapa Kau bersembunyi malu-malu di balik awan putih itu, hai Matahari?
Ckckck..Kau tak mau menjawab..
bahkan menengok pun tak mau..
Ah, apa Kau juga merasakan hal kurasakan hari ini?

Aku tak tahu harus sedih atau gembira..
Ibarat sebuah buku,
aku belum mempunyai judul untuk lembaran buku baru yang kubuka hari ini..
Sementara itu, buku lama yang harus kututup kemarin menyisakan cerita yang masih menggantung..
Rasanya tak rela lembaran terakhir itu menjadi episode terakhir buku lamaku!
Tapi, Kau harus tahu..
Pagi ini aku mendengarkan sebuah lagu..
Aku dapat ide..
Buku baru yang mulai aku tulis hari ini adalah babak baru yang merupakan lanjutan buku lamaku..

Ya, pergilah gundah..jauhkan resah!
Lihat segalanya lebih dekat..
Dan Kau bisa menilai lebih bijaksana!

Ayo, keluarlah Matahari!
Kulihat di langit tak ada mendung..
Itu hanya awan putih!
Jangan takut!

Harusnya Kau bisa merasakan energi yang ada di bawah sini..
Di hari baru ini banyak orang memiliki keberanian, harapan, dan semangat baru!
Dan aku..
Aku pun akan begitu..
Ayo, keluar!
Kita pasti tidak takut..
Aku tahu kita berdua berani dan bersemangat!
Kita pasti bisa menulis sebuah buku kehidupan yang meskipun penuh tantangan, namun berisi cerita dan pelajaran berharga, pengalaman luar biasa dan mampu mengubah dunia!!

Mari kita bagikan semangat dan senyum kita yang paling manis kepada dunia..!!

Margasiswa (baca: rumah kontrak) Madiun, 1 Januari 2011
_Sheila_