Senin, 15 Maret 2010

DISKUSI MEDIA

Makalah Diskusi
“Kolaborasi Pers Dan Mahasiswa”
MERAMU PARADIGMA BARU GERAKAN MAHASISWA

Oleh : Nur Salam


Mahasiswa dalam Sejarah
DISKURSUS tentang mahasiswa dan perannnya dalam sejarah perpolitikan nasional maupun internasional adalah sebuah pembahasan yang menarik untuk dibahas dan dalam berbagai kesempatan pada hampir sepanjang tahun.

Begitu banyaknya forum-forum diskusi yang diadakan, telah menghasilkan pula pelbagai tulisan, makalah, maupun buku-buku yang diterbitkan tentang hakikat, peranan, dan kepentingan gerakan mahasiswa dalam pergulatan politik dan masyarakat kontemporer di Indonesia. Terutama dalam konteks keperduliannya dalam meresponi masalah-masalah sosial politik yang terjadi dan berkembang di tengah masyarakat.

Bahkan, bisa dikatakan bahwa gerakan mahasiswa seakan tak pernah absen dalam menanggapi setiap upaya depolitisasi yang dilakukan penguasa. Terlebih lagi, ketika maraknya praktek-praktek ketidakadilan, ketimpangan, pembodohan, dan penindasan terhadap rakyat atas hak-hak yang dimiliki tengah terancam.

Kehadiran gerakan mahasiswa sebagai perpanjangan aspirasi rakyat-dalam situasi yang demikian itu memang amat dibutuhkan sebagai upaya pemberdayaan kesadaran politik rakyat dan advokasi atas konflik-konflik yang terjadi vis a vis penguasa atau negara. Secara umum, advokasi yang dilakukan lebih ditujukan pada upaya penguatan posisi tawar rakyat maupun tuntutan-tuntutan atas konflik yang terjadi menjadi lebih signifikan.
Dalam memainkan peran yang demikian itu, motivasi gerakan mahasiswa lebih banyak mengacu pada panggilan nurani atas keperduliannya yang mendalam terhadap lingkungannya serta agar dapat berbuat lebih banyak lagi bagi perbaikan kualitas hidup bangsanya “moral force”.

Hal ini ditunjukan dari Periodisasi berdasarkan waktu itu diwarnai oleh gerakan pemuda di dalamnya. Sejarah Indonesia modern sering disebut berdasarkan periode kebangkitan nasional 1908, sumpah pemuda 1928, proklamasi kemerdekaan 1945, bangkitnya orde baru 1966 dan dimulainya orde reformasi 1998. Dari rangkaian sejarah panjang inilah yang menegasikan diri peran pemuda- mahasiswa sebagai “agent of change serta sebagai agent of social control.

Hal ini tak lepas dari posisi mahasiswa yang sangat strategis dimana memiliki kelas tersendiri didalam strata social baik ditingkat masyarakat ataupun dihadapan pemerintah.” Kaum intelektual” Gerakan pemuda–mahasiswa dilakukan dengan melakukan pemberdayaan ditingkat masyarakat bawah dan menjadi mediator sekaligus pengontrol kebijakan pemerintah. Peran strategis inilah yang menempatkan gerakan mahasiswa seklagus sebagai salah satu pilar demokrasi di Indonesia.

Dalam melakukan upaya rekayasa sosial sesuai idealisme mahasiswa, tak hanya sekedar menggelar demonstrasi yang seakan identik dengan setiap gerakan mahasiswa.. Berbagai gerakan pemberdayaan dan pendidikan politik kini lebih banyak dialakukan sebagai pilihan ditengah aksi demonstrasi yang kini dinilai kurang efektive, salah satu diantaranya melalui media massa termasuk pemberdayaan melalui pers kampus. Hal ini tak lepas dari pentingnya peran pers sebagai media yang efektive guna menyampaikan berbagai pesan termasuk mengungkap berbai fakta sosial.

Ada apa dengan pers dan mahasiswa?
Diakui pers mahasiswa telah melegenda sebagai bagian sejarah pers di Indonesia. Ia juga telah melahirkan "nama besar", baik yang berupa tokoh maupun peran-perannya dalam proses perubahan sosial. Dan, semua itu terjadi dalam konteks historis sistem sosial yang memang memberi tempat bagi sejumlah mahasiswa untuk ikut menafsirkan gejala sosial yang melingkupinya.

Yang pasti keduanya adalah elemen-elemen yang sangat penting dalam suatu negara. Pers sejak lama telah memainkan fungsi sebagai alat kontrol sosial hingga dewasa ini menempati posisi yang sangat vital, yakni sebagai kekuatan keempat (the fourth state) yang ikut menentukan arah kebijakan pemerintah. Sementara mahasiswa juga tak sedikit menyumbang warna dalam dinamika perjalanan sebuah bangsa. Sejarah mencatat, bagian besar transformasi sosial politik yang terjadi di berbagai belahan dunia dipelopori oleh mahasiswa. Itulah sebabnya mengapa mahasiswa dijuluki sebagai agen perubahan (agent of change).

Napak Tilas Sejarah Pers Mahasiswa Di Indonesia
Pers mahasiswa adalah istilah untuk menyebut aktivitas jurnalistik yang dikelola oleh mahasiswa dalam sebuah perguruan tinggi. Pada dasarnya, kegiatan dan fungsinya sama saja dengan kegiatan dan fungsi pers umumnya, hanya lingkupnya lebih sempit. Jadi, pangsa pasar utama dari pers mahasiswa adalah mahasiswa itu sendiri. Namun, pernah ada produk jurnalisme kampus yang gaungnya mampu terdengar hingga keluar dinding kampus seperti yang sudah disinggung di atas.

Pers mahasiswa di Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang. Kelahirannya menjadi salah satu bagian dari gejolak pergerakan mahasiswa yang lekat dengan imej sebagai pionir di setiap periode perubahan di negeri ini sejak masa prakemerdekaan.

Dimulai dengan kemunculan "Indonesia Merdeka" yang didirikan oleh Indische Vereeneging, organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda, sebagai pers mahasiswa pertama, selanjutnya eksistensi pers mahasiswa mengalami pasang surut seiring dengan pergantian rezim.

Masa keemasan pers mahasiswa sempat terjadi ketika Orde Baru berkuasa. Diawali oleh pemberlakukan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordianasi Kampus) sekitar tahun 1978 secara paksa untuk meredam gerakan mahasiswa yang dianggap dapat membahayakan posisi pemerintah saat itu. Sebagai jalan keluar, mahasiswa pun mencari pola gerakan lain yang relatif aman. Salah satunya adalah membentuk pers mahasiswa.

Bersamaan dengan dicerabutnya kebebasan pers umum dimasa itu, dengan segera pers mahasiswa mengambil peranan penting di blantika pers Indonesia. Meski pada akhirnya pers mahasiswa juga tak luput dari pengawasan ketat negara hingga mengalami pula penyensoran, pembredelan, dan pelarangan.
Selanjutnya, ketika rezim Orde Baru ditumbangkan oleh gerakan reformasi 1998 dan menghadiahkan kemerdekaan bagi insan pers, justru menjadi awal tiarapnya eksistensi pers mahasiswa. Hingga kini.

Pers Mahasiswa, Riwayatmu Kini…
Sejak awal, pers mahasiswa memang hanya dilirik sebagai pelarian. Sesaat setelah reformasi bergulir, lembaga pers umum yang sebelumnya meranggas bersemi kembali bak cendawan di musim hujan, memanfaatkan ruang gerak yang seluas-luasnya bagi kebebasan berpendapat dan berekspresi yang disediakan alam demokrasi. Pers mahasiswa pun kembali ke habitat aslinya, yaitu kampus.

Entah apakah hal ini yang mempengaruhi gairah mahasiswa untuk tetap menggeluti dunia jurnalisme kampus yang perannya tak lagi sesentral dulu, yang jelas lambat laun kondisi pers mahasiswa ibarat hidup segan mati tak mau. Padahal hal ini tidak semestinya terjadi. Ketika kebebasan pers pada akhirnya justru mendorong timbulnya kapitalisme media yang menyebabkan jurnalisme umum dikendalikan kekuatan ekonomi dan politik, pers mahasiswa dengan objektifitasnya kembali mampu menjadi solusi.

Namun yang utama, pers mahasiswa tidak boleh melupakan tanggung jawabnya sebagai kontrol sosial di sektor internal kampus. Kampus memerlukan pers mahasiswa sebagai penyeimbang, pengkritisi, maupun penyampai kebijakan agar dapat dikomunikasikan dengan baik.

Di samping itu, mungkin banyak yang tidak menyadari bahwa pers mahasiswa adalah wadah untuk menempa idealisme pada diri mahasiswa karena idealisme adalah salah satu ruh yang terdapat dalam diri jurnalis sejati. Sikap idealis penting dimiliki mahasiswa mengingat statusnya sebagai kelompok intelektual yang menurut Edward Shill memiliki lima fungsi, yakni mencipta dan menyebar kebudayaan tinggi, menyediakan bagan-bagan nasional dan antar bangsa, membina keberdayaan dan bersama, mempengaruhi perubahan sosial dan memainkan peran politik, sehingga dalam struktur sosial kemasyarakatan mahasiswa ditempatkan di tengah-tengah antara masyarakat awam dengan elit politik.

Artinya, ketika elit politik melemah fungsinya, gerakan mahasiswalah yang dituntut untuk mengingatkan dan mendesak terus-menerus. Ketika elit politik tidak lagi peka terhadap isu-isu publik untuk pemberdayaan rakyat, pengentasan krisis, serta pencerdasan bangsa dimana mereka lebih sibuk dengan isu-isu berdimensi aliran, uang, serta pembagian kekuasaan, maka tidak ada alasan lagi bagi gerakan mahasiswa untuk tidak bergerak dan menyatukan langkah dalam menegakkan kebebasan dan keadilan (Ahmad Fuad Fanani, Buloggate II dan Progresivitas Gerakan Mahasiswa

Lantas, apa jadinya jika pers dan mahasiswa berkolaborasi?
Entah kapan ide ini tercetus. Namun, di Indonesia pada waktu yang silam, kegiatan pers berbasis kampus yang diselenggarakan oleh mahasiswa sempat berperan strategis, baik sebagai sarana untuk mengobarkan semangat nasionalisme ketika masa kolonial maupun menjadi media alternatif tatkala kebebasan pers dibekap oleh rezim orde baru.

Kini, setelah Indonesia lepas dari belenggu penjajahan dan mengalami reformasi yang membuat pers memperoleh kembali kebebasannya, pers mahasiswa justru kehilangan pamornya. Namun gagasan kolaborasi pers dan mahasiswa atau gerakan berbasis pers atau media massa jelas akan menjadi paradigma baru gerakan mahasiswa. kekuatan besar sebagai bentuk gerakan rekayasa social sesuai dengan cita-cita demokrasi yang mengedepankan kepentingan rakyat jelas akan lebih mudha terwujud. Namun benarkah gagasan ini mampu tercipta dengan berbagai persoalan mental hidonis dan mati surinya nalar gerakan mahasiswa. Jawabnya, Mungkin lebih bijak kita tanya pada rumput yang bergoyang?


Penulis adalah anak petani asal Kediri, Wartawan Tv One Wilayah Madiun.
Disadur dari berbagai makalah dan artikel gerakan mahasiswa. Disampaikan dalam diskusi PMKRI Cabang Madiun, Minggu, 18 Oktober 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar