Selasa, 16 Maret 2010

PERNYATAAN SIKAP KASUS PRITA (ARSIP)

Hari ini Prita, Mungkinkah Besok Anda?

Kisah Prita bermula saat ia dirawat di unit gawat darurat RS Omni Internasional pada 7 Agustus 2008 silam. Prita Mulyasari terdakwa kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra itu menyatakan datang ke rumah sakit tersebut karena ingin mendapatkan layanan yang optimal dan ditangani dokter dan ahli yang profesional sesuai dengan titel internasional yang dimiliki rumah sakit itu (TEMPO Interaktif, 04 Nopember 2008). Selama perawatan, Prita tidak puas dengan layanan yang diberikan. Ketidakpuasan itu dituliskannya dalam sebuah surat elektronik dan menyebar secara berantai dari milis ke milis yang berbunyi: “Jangan sampai kejadian saya ini menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter, maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan” tulis Prita. Surat elektronik itu membuat Omni marah. Pihak rumah sakit beranggapan Prita telah mencemarkan nama baik rumah sakit tersebut beserta sejumlah dokter mereka (KOMPAS, 03 Juni 2009).

Alhasil, Prita Mulyasari diajukan ke meja hijau karena melakukan pencemaran nama baik RS Omni, dan Pengadilan Tinggi Banten mengeluarkan keputusan menghukum Prita untuk membayar ganti rugi kepada RS Omni International sebesar Rp 204 juta (Republika Newsroom
Kamis, 10 Desember 2009).

Prita ibu dua anak berusia 32 tahun mengalami ketidakbebasan dalam hak kemerdekaan berpikir, mengungkapkan hati nurani, diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan mendapatkan rasa keadilan sebagai seorang warga negara Indonesia.

Dari gambaran di atas, coba kita mengingat kembali UUD ’45 pasal 28i: (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Pasal 28j (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pasien adalah manusia bermartabat dan mempunyai hak hidup. Untuk itu para dokter, perawat, dan bidan perlu memperinci semua aspek mengenai hak dan harga diri para pasien, tanggung jawab medis, dan implikasi moral terhadap penyakit-penyakit yang dideritanya. Menggunakan obat-obatan yang tepat dan benar bagi orang-orang dengan sakit yang tak tersembuhkan dan hak-hak anggota keluarga untuk mengambil keputusan menolak atau menerima saran ahli medis.

Pernyataan sikap PMKRI Cabang Madiun dalam aksi koin Prita Mulyasari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar